Geguritan (berasal dari bahasa Jawa Tengahan, kata dasar: gurit, berarti "tatahan", "coretan") merupakan bentuk puisi yang berkembang di kalangan penutur bahasa Jawa dan Bali.(suymber https://id.wikipedia.org/wiki/Geguritan)
Geguritan berkembang dari tembang, sehingga dikenal beberapa bentuk geguritan yang berbeda. Dalam bentuk yang awal, geguritan berwujud nyanyian yang memiliki sanjak tertentu atau memiliki
1. guru gatra(jumlah baris dalam bait)
2. guru wilangan(jumlah suku kata)
3. guru lagu(sajak a,i,ia, dll)
mengutip salah satu penulis yang tidak ingin disebut namanya
"bahwa budaya harus dilestarikan dan seni harus dikembangkan sesuai dengan era nya / zamanya"
bahwa geguritan adalah seni yang berkembang setelah adanya seni tembang, kidung, nyinden hal ini berkembang kemungkinanya beberapa hal diantaranya
1. masyarakat modern yang mulai tidak mengenal tembang, karena modernitas, arus mobilitas. kecanggihan teknologi mengkerdilkan memori.
2.. seni sebagai media yang bebas mencoba keluar dari pakem tembang,nyinden, yang pakem bait,nyanyian ,nadanya sehingga mampu menyentuh sampai ke hati manusia jawa modern.
Geguritan merupakan salah satu penciri sastra Jawo modern yang sangat berkembang, diajarkan di sekolah-sekolah dan kerap dilombakan.
contoh
"Gundul-gundul Pacul"
Gundul-gundul pacul cul gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul kul gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar
Maknanya:
Gundul yaitu kepala yang nggak ada rambutnya sama sekali. Kepala itu lambangnya kemuliaan, kehormatan seseorang. Makanya gundhul artinya kehormatan yang ada mahkotanya.
Pacul yaitu alat petani yang dibikin dari besi segi empat. Pacul yaitu lambangnya rakyat kecil, kebanyakan dari para petani.
\Gundul Pacul yang artinya, bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas), artinya bahwa:
Kemuliaan seseorang akan sangat tergantung empat hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.
1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.
Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.
Gembelengan
Gembelengan artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
Banyak pemimpin yang lupa bahwa dirinya sesungguhnya mengemban amanah rakyat. Tetapi dia malah:
1. Menggunakan kekuasaannya sebagai kemuliaan dirinya.
2. Menggunakan kedudukannya untuk berbangga-bangga di antara manusia.
3. Dia menganggap kekuasaan itu karena kepandaiannya.
Nyunggi wakul, gembelengan Nyunggi wakul
Artinya membawa bakul (tempat nasi) di kepalanya.Banyak pemimpin yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting membawa bakul dikepalanya.
Wakul
Adalah simbol kesejahteraan rakyat.
Kekayaan negara, sumberdaya, Pajak adalah isinya. Artinya bahwa kepala yang dia anggap kehormatannya berada di bawah bakul milik rakyat.
Kedudukannya di bawah bakul rakyat.
Siapa yang lebih tinggi kedudukannya, pembawa bakul atau pemilik bakul?
Tentu saja pemilik bakul.
Pembawa bakul hanyalah pembantu si pemiliknya.
Dan banyak pemimpin yang masih gembelengan (melenggak lenggokkan kepala dengan sombong dan bermain-main).
Akibatnya
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar Bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana.
Jika pemimpin gembelengan, maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak terdistribusi dengan baik. Kesenjangan ada dimana-mana. Nasi yang tumpah di tanah tak akan bisa dimakan lagi karena kotor. Maka gagallah tugasnya mengemban amanah rakyat!
contoh 2
PANGKUR WEDHATAMA
Mingkar mingkuring angkara = Menghindarkan diri dari angkara
Akarana karenan mardi siwi = Bila akan mendidik putra
Sinawung resmining kidung = Dikemas dalam keindahan syair
Sinuba sinukarta = Dihias agar tampak indah
Mrih kretarta pakartining ngèlmu luhung = Agar tujuan ilmu luhur ini tercapai
Kang tumrap ning tanah Jawa = Yang berlaku di tanah Jawa
Agama ageming aji = Agama pegangan para pemimpin
Isinya adalah merupakan falsafah kehidupan, seperti hidup bertenggang rasa, bagaimana menganut agama secara bijak, menjadi manusia seutuhnya, dan menjadi orang berwatak ksatria. Pada kesempatan kali ini saya akan menghadirkan tafsir tembang Pangkur yang cukup populer di bait 1 dalam serat wedhatama karangan KGPAA Mangkunegara IV(KI AGENG SURYO MENTARAM):
Perlu diketahui bahwa dalam tembang pangkur ini terdapat nilai religius/keagamaan bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki tiang agama yang kokoh agar terhindar dari angkara (keburukan).
contoh 3
Lir-ilir, Lir Ilir
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh temanten anyar
Cah Angon, Cah Angon
Penekno Blimbing Kuwi
Lunyu-lunyu penekno
Kanggo Mbasuh Dodotiro
Dodotiro Dodotiro
Kumitir Bedah ing pinggir
Dondomono, Jlumatono
Kanggo Sebo Mengko sore
Mumpung Padhang Rembulane
Mumpung Jembar Kalangane
Yo surako surak Iyo!!!
Tembang diatas pasti sudah akrab ditelinga kita
apalagi bagi orang-orang jawa yang notabene berada dalam wilayah penyebaran agama Wali Songo
tidak sedikit orang yang mencoba untuk menguraikan makna tembang diatas baik dalam konteks hubungannya dengan sejarah, syariat Islam bahkan Hakikat yang terkandung di dalamnya.
pada tulisan singkat ini Khaylif mencoba untuk sedikit menguraikan makna dari tembang tersebut, jika ada kekurangan atau kesalahan adalah karena keterbatasan Khaylif dalam pemahaman semoga Alloh memaafkan dan jika ada kebaikannya hal itu semata-mata datang dari Alloh SWT
Makna tembang tersebut menurut Khaylif:
1. Lir-ilir, Lir-ilir (Bangunlah, bangunlah)
Tandure wus sumilir (Tanaman sudah bersemi)
Tak ijo royo-royo (Demikian menghijau)
Tak sengguh temanten anyar (Bagaikan pengantin baru)
Makna: Sebagai umat Islam kita diminta bangun. Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Alloh dalam diri kita yang dalam ini dilambangkan dengan Tanaman yang mulai bersemi dan demikian menghijau. Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru.
2 Cah angon, cah angon (Anak gembala, anak gembala)
Penekno Blimbing kuwi (Panjatlah (pohon) belimbing itu)
Lunyu-lunyu penekno (Biar licin dan susah tetaplah kau panjat)
Kanggo mbasuh dodotiro (untuk membasuh pakaianmu)
Makna: Disini disebut anak gembala karena oleh Alloh, kita telah diberikan sesuatu untuk digembalakan yaitu HATI. Bisakah kita menggembalakan hati kita dari dorongan hawa nafsu yang demikian kuatnya?
Si anak gembala diminta memanjat pohon belimbing yang notabene buah belimbing bergerigi lima buah. Buah belimbing disini menggambarkan lima rukun Islam. Jadi meskipun licin, meskipun susah kita harus tetap memanjat pohon belimbing tersebut dalam arti sekuat tenaga kita tetap berusaha menjalankan Rukun Islam apapun halangan dan resikonya.
Lalu apa gunanya? Gunanya adalah untuk mencuci pakaian kita yaitu pakaian taqwa.
3. Dodotiro, dodotiro (Pakaianmu, pakaianmu)
Kumitir bedah ing pinggir (terkoyak-koyak dibagian samping)
Dondomono, Jlumatono (Jahitlah, Benahilah!!)
Kanggo sebo mengko sore (untuk menghadap nanti sore)
Makna: Pakaian taqwa kita sebagai manusia biasa pasti terkoyak dan berlubang di sana sini, untuk itu kita diminta untuk selalu memperbaiki dan membenahinya agar kelak kita sudah siap ketika dipanggil menghadap kehadirat Alloh SWT.
4. Mumpung padhang rembulane (Mumpung bulan bersinar terang)
Mumpung jembar kalangane (mumpung banyak waktu luang)
Yo surako surak iyo!!! (Bersoraklah dengan sorakan Iya!!!)
bahwa kesenian yang berkembang didalam jawa nilainya tidak akan berkurang meski nilai itu terus digunakan tidak akan habis, menghadapi manusia modern harus berbeda strategi berkesenianya.
#pi2n #pungkuran #kaliwungu #kendal #jawatengah #pi2npakuwojo #sufiurban
Comments