Skip to main content

1000 kata pemurnian dakwah buya hamka

aya menemukan tulisan buya hamka pada sebuah media 
*Buya Hamka*

Masya Allah, dengan halus, santun, dan cerdasnya, *Buya Hamka* menasehati kita semua tentang Dakwah....

▫Dakwah itu *membina*, bukan menghina.

▫Dakwah itu *mendidik*, bukan 'membidik'

▫Dakwah itu *mengobati* bukan melukai.

▫Dakwah itu *mengukuhkan* bukan meruntuhkan.

▫Dakwah itu *saling menguatkan*, bukan saling melemahkan.

▫Dakwah itu *mengajak*, bukan mengejek.

▫Dakwah itu *menyejukkan*, bukan memojokkan.

▫Dakwah itu *mengajar*, bukan menghajar.

▫Dakwah itu saling *belajar*, bukan saling bertengkar.

▫Dakwah itu *menasehati* bukan mencaci maki.

▫Dakwah itu *merangkul* bukan memukul.

▫Dakwah itu ngajak *bersabar*, bukan ngajak mencakar.

▫Dakwah itu *argumentative*, bukan provokatif.

▫Dakwah itu *bergerak cepat*, bukan sibuk berdebat.

▫Dakwah itu *realistis* bukan fantastis.

▫Dakwah itu *mencerdaskan* bukan membodohkan.

▫Dakwah itu *menawarkan solusi* bukan mengumbar janji.

▫Dakwah itu *berlomba dalam kebaikan* bukan berlomba saling menjatuhkan.

▫Dakwah itu *menghadapi maAamiin..at* bukan membelakangi masyarakat.

▫Dakwah itu *memperbarui masyarakat*, bukan membuat masyarakat baru.

▫Dakwah itu *mengatasi keadaan* bukan meratapi kenyataan.

▫Dakwah itu *pandai memikat*, bukan mahir mengumpat.

▫Dakwah itu *menebar kebaikan* bukan mengorek kesalahan.

▫Dakwah itu *menutup aib dan memperbaikinya,* bukan mencari2 aib dan menyebarkannya.

▫Dakwah itu *menghargai perbedaan*, bukan memonopoli kebenaran.

▫Dakwah itu *mendukung semua program kebaikan* bukan memunculkan keraguan.

▫Dakwah itu memberi *senyum manis*, bukan menjatuhkan vonis.

▫Dakwah itu *berletih-letih menanggung problema umat*, bukan meletihkan umat.

▫Dakwah itu *menyatukan kekuatan*, bukan memecah belah barisan.

▫Dakwah itu *kompak dalam perbedaan*, bukan ribut mengklaim kebenaran.

▫Dakwah itu *siap menghadapi musuh* bukan selalu mencari musuh.

▫Dakwah itu *mencari teman*, bukan mencari lawan.

▫Dakwah itu *melawan kesesatan* bukan mengotak atik kebenaran.

▫Dakwah itu *asyik dalam kebersamaan* bukan bangga dengan kesendirian.

▫Dakwah itu *menampung semua lapisan*,bukan memecah belah persatuan.

▫Dakwah itu kita mengatakan: *"aku cinta kamu"*bukan "aku benci kamu"

▫Dakwah itu kita mengatakan: *"Mari bersama kami"* bukan "Kamu harus ikut kami".

▫Dakwah itu *"Beaya Sendiri"*bukan "Dibeayai/Disponsori"

▫Dakwah itu *"Habis berapa ?"* bukan "Dapat berapa ?"

▫Dakwah itu "Memanggil/   *Mendatangi* bukan "Dipanggil/Panggilan".

▫Dakwah itu *"Saling Islah"* bukan "Saling Salah"

▫Dakwah itu di masjid, di sekolah, di pasar, di kantor, di parlemen, di jalanan, hingga dimana saja, *bukan hanya di pengajian.*

▫Dakwah itu dengan *"Cara Nabi"* bukan dengan "Cara Sendiri"

*_Buya Hamka_*

*
Tulisan ini saya temukan di wa. Sebagai perenungan saja. Tentang dakwah. Seperti halnya yang dikatakan gusmus dalam konsep dakwahnya dakwah itu mengajak layaknya seorang kondektur mengajak yang belum masuk bis. Masak kita mengajak orang yang sudah jelas ada di dalam bis


Comments

Popular posts from this blog

Monolog Balada Sumarah Karya Tentrem Lestari

Monolog Balada Sumarah Karya Tentrem Lestari SIANG ITU MATAHARI MEMBARA DI ATAS KEPALA.   DI SEBUAH SIDING PENGADILAN TERHADAP SEORANG PEREMPUAN YANG TERTUDUH TELAH MELAKUKAN PEMBUNUHAN TERHADAP MAJIKANNYA, AKU SEPERTI DIDERA UCAPANNYA.   SEPERTI DILUCUTI HINGGA TANGGAL SELURUH ATRIBUT PAKAIAN BAHKAN KULIT-KULITKU.   PEREMPUAN ITU, BERNAMA SUMARAH, TKW ASAL INDONESIA.   DINGIN DAN BEKU WAJAHNYA.   DAN MELUNCURLAH BAIT-BAIT KATA ITU : Dewan Hakim yang terhormat, sebelumnya perkenankan saya meralat ucapan jaksa, ini bukan pembelaan.   Saya tidak merasa akan melakukan pembelaan terhadap diri saya sendiri, karena ini bukan pembenaran.   Apapun yang akan saya katakana adalah hitam putih diri saya, merah biru abu-abu saya, belang loreng, gelap cahaya diri saya.   Nama saya Sumarah.   Seorang perempuan, seorang TKW, seorang pembunuh, dan seorang pesakitan.   Benar atau salah yang saya katakana menurut apa dan s

Monolog KAUS KAKI BOLONG

Monolog KAUS KAKI BOLONG Karya Hermana HMT PANGGUNG TERASA MAGIS. SUASANA DIBANGUN OLEH BUNYI ALAT MUSIK GESEK YANG DIPADU DENGAN SUARA ORANG-ORANG BERGUMAM. DI TENGAH PANGGUNG TAMPAK SATU SOSOK TUBUH TERBARING KAKU, TERTUTUP KAIN BATIK SEPERTI MAYAT DAN DI BELAKANGNYA BERDIRI SEBUAH KURSI LIPAT. NGIGAU Ini bukan salahku ! Aku tidak tahu menahu soal itu. Sungguh ! Tidak. Tidak! Jangan pandangi aku seperti itu. Aku…aku.. ahhh ! LAKI-LAKI ITU BERDIRI. IA MENATAP KE SEGALA PENJURU, YANG MANA TIAP LIRIKANNYA CUKUP PELAN DAN MENGANDUNG MISTERI Kenapa kalian pandangi aku seperti itu ? Jangan asal, ya ! Memangnya aku ini apa ? Aku bukanlah barang antik yang suka di pajang di etalase-etalase, atau bintang film murahan koliksi para cukong, apalagi doger monyet yang sering ngamen di pasar malam ! Oh, barang kali kalian suka sama aku. Suka, ya ? Heh ! Tidak ? Ah suka. Jangan munafik deh. Tu kan…tu kan suka. MELUDAH Pu

Naskah Monolog B A H A Y A Karya Putu Wijaya

Monolog B A H A Y A Karya Putu Wijaya DUDUK DI KURSI MEMAKAI SELIMUT PUTIH, HABIS CUKUR. CAMBANGNYA MAU DI KEROK.             Ketika tukang cukur menghunus pisau untuk meratakan godek, aku tersentak. Aku baru menyadari bahwa kehidupan berbahaya. Dunia manusia sama buasnya dengan rimba raya. Mengancam. Di mana-mana menganga bahaya. Siapa yang dapat menjamin tukang cukur itu tidak hanya akan merapikan godek dan jenggot kita. Bagaimana kalau dia menorehkan pisah itu ke leherku? BERDIRI, MENGHINDARI BAHAYA. Kita tidak boleh mengambil resiko untuk potong rambut di sembarang tempat. Karena berhubungan dengan tukang potong rambut yang tak dikenal, setiap saat bisa berarti memotong leher. Bahkan dengan tukang cukur yang sudah dikenal pun selalu ada bahaya. Bagaimana kalau pisau yang terhunus di tangannya itu menimbulkan inspirasinya, memanggil kenang-kenangannya kepada perasaan marah, jengk