Skip to main content

AKTOR-AKTOR YANG TERSESAT DALAM DRAMA TANDA TANYA Teks: Irwan Jamal

AKTOR-AKTOR YANG TERSESAT DALAM DRAMA TANDA TANYA
Teks: Irwan Jamal

(CATATAN PUBLISHER/BANDARNASKAH.BLOGSPOT.COM: UNTUK MEMENTASKAN NASKAH INI SILAKAN MENGHUBUNGI PENULIS email/facebook: jamal_irwan@yahoo.com)


PERLAHAN-LAHAN LAYAR TERBUKA.
3 MEMANDANG KE TEMPAT PENONTON.

3          : Inilah yang dilihat Aktor tua di dalam naskah Nyanyian Angsa itu. Dia datang dari tempat rias menuju panggung dan berdiri memperhatikan dengan seksama gedung teater yang gelap tanpa penonton. Dan yang dia lihat adalah kegelapan, gedung teater seperti sebuah lubang hitam.

2          : Tapi kita berempat, sedangkan Aktor tua itu memandang gedung teater sendirian.

1          : Dan Aktor tua itu memandang pada saat penonton sudah pergi, sementara kita menunggu penonton datang.

1.       : Penonton akan segera datang. Sementara kawan kita belum juga datang.

1.       : Kita tunggu. Sebentar lagi.

2.       : Jam berapa sekarang?

1.       : Jam 6 lebih 23 menit.

1.       : Dalam 1 jam 30 menit ke depan pertunjukan harus dimulai.

1          : (KEPADA 3) Apa kau sudah menghubunginya?

3          : Dia tidak bisa dihubungi. (MENDEKATI 1) Ini nomornya?

3 DAN 1 MENCOCOKKAN NOMOR.

1          : Ya, benar.

3          : Karena dia tidak bisa aku hubungi, aku lalu mencarinya. Aku bertanya kepada orang-orang. Tapi mereka juga tidak tahu.

2          : Kemana dia? Apakah dia sakit? Penyakitnya kambuh lagi? Penyakit  kuningnya itu?

4          : Dua minggu yang lalu dia sakit. Tetapi ini hari pertunjukan. Seharusnya aktor tidak boleh sakit. Aktor hanya boleh mati atau mengundurkan diri.

2          : Mungkin dia mati.

3          : Kalau kau kesal, jangan berkata kasar.

2          : Semua orang akan mati, kau, aku, bahkan bayi yang baru lahirpun akan mati.

4          : Penonton tidak akan peduli segala hal tentang itu. Penonton menunggu drama ini dimainkan.

2          : Drama apa yang mau kita mainkan tanpa dia? Dia belum juga datang. Kita menunggunya seperti Vladimir dan Estragon menunggu Godot.

LAMPU-LAMPU PANGGUNG MENYALA.

2          : Mengapa lampu-lampu panggung dinyalakan? Ini belum waktunya!

TERDENGAR SUARA-SUARA DI LUAR GEDUNG.

2          : Dengar! Penonton sudah ada diluar? Mereka sudah datang? Kita akan didakwa!

3          : Di dakwa apa?

2          : Didakwa menjadi pemain drama yang gagal! Pertunjukan akan dimulai? Bagaimana ini?

4          : Kita jangan menunggu. Aku rasa dia tidak akan datang.

2.       : Dia tidak akan datang?

4          : Kita harus cari cara untuk memainkan drama ini tanpa dia!

1          : Tapi adegan pertama dimulai oleh dia. Ini adegan yang penting! Berdasarkan anatomi plot, kehadirannya adalah gimmick, sebuah adegan di awal drama yang akan menimbulkan ketertarikan penonton.

4          : Tapi dia tidak ada disini!

3          : Ya. Dia tidak ada.    

4          : Kita tidak bisa menunggunya terus. Kita harus cepat bertindak!

2          : Ya, lalu bagaimana? Bagaimana? Cepat!

1          : Tenanglah.

2          : Bagaimana aku bisa tenang?! Sebentar lagi pertunjukan akan dimulai, waktu sudah semakin dekat.

1          : Tidak ada gunanya kau gelisah dan panik. Kepanikanmu tidak akan membuat waktu berhenti. Jadi tenanglah. Kita cari penyelesaian masalahnya.

3          : Kita lakukan editing saja terhadap naskah ini.

1          : Yang kita butuhkan untuk memainkan naskah ini adalah kehadiran tokohnya.

4          : Bagaimana kalau kita cari aktor pengganti?

1          : Siapa yang mau dalam waktu yang sangat terbatas ini?

4          : Kalau tidak ada yang mau, kita yang harus menggantikannya.

2          : Maksudmu bagaimana?

4          : Double casting.

1          : Tapi nanti tidak ada kejelasan karakter. Sosok kepribadian peran dalam drama ini harus terlihat jelas.

3          : Dan jika aku mesti menggantikannya, aku tidak akan hafal dialog dia.

1          : Aku bisa saja hafal, tapi dalam beberapa peristiwa peranku bertemu dengan peran dia.

2          : Aku tidak banyak bertemu dengannya tapi aku sulit menghafal. Kita juga tidak punya juru bisik. (HENING) Aku mau usul! Tapi...

4          : Apa usulmu?

2          : Tapi… apa kalian akan setuju?

4          : Ya, apa?

2          : Kita umumkan bahwa drama ini diundurkan dan kita meminta maaf.

4          : Aku tidak setuju. Penonton akan kecewa. Kita harus menghindari kata maaf, itu adalah hal yang memalukan. Kita akan dipandang sebagai orang yang tidak mampu, kita akan terlihat seperti orang bodoh, kita akan dipandang tidak bertanggung jawab. Poster sudah kita sebar jauh-jauh hari. Semua orang di kota ini yang membaca poster itu tahu, kita akan pentas malam ini. Jika kita gagal? Kita akan dihina di luar panggung. Aku tidak mau hanya karena kebodohan satu orang, kita semua menjadi terlihat bodoh! Apa artinya dia kalau tidak hadir? Hanya karena satu orang saja, lalu 4 orang yang lainnya harus menyerah?

2          : Jadi kita akan tetap pentas? Kawan, kita berada di jalan buntu. Apa yang harus kita lakukan? (HENING) Kenapa sutradara pergi saat kita menghadapi persoalan seperti ini?

1          : Kita tidak bisa mencegahnya. Dia pergi untuk urusan yang sangat penting.

2          : Tapi kenapa harus mendadak seperti ini? Dia juga harus bertanggung jawab kepada pementasan ini.

4          : Tugas sutradara sudah selesai. Kalaupun dia ada, dia akan duduk disana, di tempat penonton. Saat pentas berlangsung sutradara tidak lebih sebagai penonton. Panggung telah diserahkan pada kita. Dia pergi ke luar kota dan kita tidak bisa mencegahnya. Sekarang panggung ini menjadi milik kita!

2          : Jika kita pemilik panggung ini! Ayo kita buktikan bagaimana caranya drama ini kita mainkan!?

4          : Dalam situasi seperti ini, kita harus khianati naskah ini untuk menemukan jawabannya.

1          : Aku tidak suka dengan caramu itu!

4          : Mari kita berpikir tanpa batasan dan aturan, ini adalah jalan agar kita bisa mendapatkan jawaban untuk menyelesaikan masalah.

1          : Berpikir macam apa itu? Tentu saja kita berpikir dengan batasan dan aturan. Tanpa itu semua  kita akan tersesat!

4          : Kita sedang tersesat! Kita harus buka jalur baru! Kita jangan menjadi 4 orang buta di balik pagar yang menginginkan kebebasan tapi kita tidak pernah mendobrak pagar pembatas itu.

3          : 4 orang buta! Seperti dalam naskah Kidung Malam Tahun Baru, Karya Rolf Lauchner! Kita seperti tokoh-tokoh dalam drama itu! ”Oh bulan! Oh bulan! Dinding-dinding hanyut terbawa... dan tiap-tiap suara retak berkumandang, bersamaan dengan berkerincingnya gelas yang terisi penuh...“

4          : Kita bukan tokoh-tokoh dalam drama Kidung Malam Tahun Baru! Kau harus lebih teliti! Tokoh orang buta dalam naskah itu berjumlah tiga orang, sedangkan kita berempat, jadi kita bukan mereka!

3          : Oh ya benar, mereka bertiga, kita berempat... bulan, oh bulan...

4          : Hentikan! Jangan buang-buang waktu!

JAM BERDENTANG. 4 ORANG ITU DIAM BEBERAPA SAAT MENDENGARKAN BUNYI JAM.

3          : Satu jam lagi. Bagaimana sekarang?

4          : Kita bongkar naskah ini lalu kita susun kembali.

1          : Penonton tidak akan suka melihat kita merusak naskah, dan mereka akan pulang!

4          : Naskah ini bukan kitab suci yang semua aturannya harus ditaati. Kalau perlu dibongkar, kita bongkar saja!

1          : Mereka tidak akan suka, dan mereka akan pulang.

4          : Biarkan mereka pulang!

1          : Kau akan biarkan mereka pulang? Kau akan membuat teater tanpa penonton?

4          : Jerzy Grotovsky telah melakukan pembatasan pada jumlah penonton. Kita bisa melakukan yang lebih dari apa yang telah Grotovsky lakukan.

1          : Jerzy Grotovsky tetap mempunyai penonton! Karena tidak mungkin pertunjukan teater tanpa penonton! Syarat sebuah pertunjukan teater adalah adanya penonton!

4          : Kau seolah-olah tokoh utama disini dan kau menilai diriku sebagai tokoh yang menghalangi keinginanmu! Waktu telah semakin mendekat! Kita harus mulai menemukan jalan baru ke pertunjukan!

1          : Aku tidak suka cara-cara yang melanggar aturan dan batas-batas, merusak naskah yang indah yang telah diciptakan adalah perbuatan kaum barbar. Aku tidak mau menjadi kaum vandal yang menghancurkan karya seni yang telah diciptakan.

2          : (MENDEKATI 4) Dia tidak mau merusak naskah ini. Coba kau tanyakan padanya, bagaimana kalau kita membuat naskah baru? Apakah dia mau kalau kita membuat naskah drama baru untuk pertunjukan kita ini? Naskah drama baru!

4          : Dia tidak akan mau! Karena dia menempatkan dirinya sebagai protagonis dan aku antagonis, maka dia dan aku...

1          : Aku setuju naskah baru!

4          : Kau mau membuat naskah drama baru? Kenapa tidak pernah terpikirkan olehku?  Kita sebenarnya tidak pernah bertentangan dalam tujuan, kita hanya berbeda jalan saja. Aku setuju! Kau setuju! Kita setuju! Sekarang kita akan membuat drama baru!

1          : Ya! Ini jalan tengah! Membuat drama baru! Ayo kita buat! Viva teater!

4          : Bravo!

2          : Membuat drama baru? Menarik sekali! Drama baru! Menarik sekali! Drama baru!

1 DAN 4 BERDANSA DENGAN GEMBIRA, 2 MELOMPAT-LOMPAT SENANG.

1.                   : Simpanlah naskah ini! Kita tidak bisa memainkannya!

4          : Sekarang kita akan beri sajian baru pada penonton!

2          : Seperti apa?

4          : Pertanyaan yang bagus! Kebekuan di otakmu mulai mencair oleh suasana panas ini. Kawan-kawan! Yang paling masuk akal dalam situasi ini adalah, semacam dramatic reading.

2          : Apakah ini nanti terlihat terlalu mudah? Penonton menyukai kesulitan di atas panggung.

4          : Kita tidak mempunyai banyak waktu!

3          : Wow! Bagus! Usul yang tepat dalam waktu yang singkat ini! Aku setuju! Yang penting kita harus memperlihatkan kepada penonton dengan kemasan yang bagus, melengkapinya dengan segala unsur estetis, dan yang pertama harus kita tentukan adalah peran. Apakah kita akan tentukan casting untuk peran-perannya?

1          : Untuk prosedur penerapan pemain, teknis pemilihan harus dilakukan berdasarkan dua kriteria nilai estetis yang meliputi nilai spiritual dan material. Seorang aktor harus mampu mewujudkan perannya, jika seorang aktor tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perannya, maka drama akan jatuh dan hancur karena permainan buruk dari aktor tersebut.

4          : Setuju! Dan untuk rancangan struktur drama, maka sekarang kita akan tentukan ending dari drama.

1          : Kenapa ending? Struktur drama kita tentukan dari awal.

4          : Ending mengandung keputusan drama. Menciptakan sebuah motiv besar untuk mengarahkan motiv-motiv kecil. Misalnya, jika akhir adalah ketidakbahagiaan maka kita bisa mulai susun dengan menggunakan teori anatomi plot struktur tragis, kita bisa mulai dari gestus.

2          : Lalu ending apa yang kau usulkan?

3.       : Kawan-kawan! Aku tidak akan mengatakan ending yang aku usulkan dengan kalimat-kalimat verbal. Aku akan mengatakannya dengan aksi dramatikku.

4 MENDEKATI 2 DAN MENGELUARKAN PEDANGNYA, MENGANGKATNYA TINGGI-TINGGI HENDAK MENGHANTAM 2. SEGERA 1 MENGELUARKAN PEDANGNYA.

4          : Ending yang aku usulkan adalah kematian! Sebuah penyelesaian akhir yang efektif.

4 MENGAYUNKAN PEDANGNYA HINGGA HAMPIR MENGHANTAM 2, 1 DENGAN CEPAT MENAHAN PEDANG 4 YANG HAMPIR MENGHANTAM TUBUH 2.

1          : Kuno! Sangat kuno! Aku heran kau menawarkan solusi ini! Kau terus berbicara tentang kebaruan? Jika akhir adalah kematian itu adalah pola yang kuno!

4          : Ya kuno! Tapi harus kita akui, kematian adalah pola yang teruji dalam penyelesaian drama. Panggung-panggung drama dunia bertabur dengan kematian!

1 MENARIK PEDANGNYA DAN MENGARAHKAN PEDANGNYA MELAKUKAN GERAKAN SEOLAH MEMBELAH TUBUH 4 MENJADI DUA.

1          : Aku melihat kau telah terbelah. Kau mengalami keterbelahan karakter. Di satu sisi kau gemar akan eksperimen, dan di sisi lain kau adalah seseorang yang percaya pada konvensi.

4          : Kawan, dalam tekanan waktu kita harus berpacu, cepat dalam tindakan! Bertindak! Bahkan sampai pada kemungkinan tindakan yang paling mustahil! Inilah hakekat kebebasan! Kita harus memulainya dengan cepat dan tepat. Sekarang langsung saja kita tentukan casting!

1 DAN 4 MENYARUNGKAN KEMBALI PEDANGNYA.

4          : Casting yang akan kita selenggarakan ini bertujuan untuk mencari subjek peran seorang pembunuh. Kematian sebagai tema dan pembunuh sebagai subjek tema.

1          : Dan kita butuh tokoh yang terbunuh. Tapi sebelum pada tahap casting kita harus mempunyai naskah! Naskah berawal dari kata. Sebuah kata.

4 MENCABUT PEDANGNYA KEMBALI.

4          : Inilah sebuah kata itu. Inilah kata pertama itu; Pisau! Dan ini bisa jadi hand property kita.

2          : Itu pedang, bukan pisau.

4          : Kita butuh imaji. Aku akan mengatakan pedang ini sebagai Pisau Panjang Kematian! Tiga kata sudah kita temukan. Imaji, nada yang tepat dan pilihan kata akan sangat membantu sosok peran kita. Dan aku memilih hand property yang langsung berfungsi mematikan agar laju drama ini segera menemukan tujuan. Aku telah memberinya nama Pisau Panjang Kematian. Tuliskan!

3 MENULIS. 1 MENDEKATI 4 LALU MENUSUKKAN PEDANG 4 PADA DIRINYA SENDIRI. 1 TERJATUH.

1          : Tusukkan! Ini juga kata yang langsung mengarahkan pada tujuan drama!

4 BERJALAN MENGITARI 1 YANG TERJATUH.

3          : Aku akan melanjutkannya dengan kata-kata tambahan; Pisau Kematian! Pisau Kematian! Tusukkan! Tusukkan! Berjalanlah dekati sang korban!

4          : (KEPADA 2) Hai, kau diam saja, sekarang giliranmu memberi usulan, ayo!

2          : Aku bingung, sebentar, aku mau mencari ide.

2 MEMBUKA-BUKA NASKAH.

4          : Bodoh! Kita tidak mengacu pada naskah itu! Kita sedang menciptakan naskah baru!

2          : Lalu bagaimana nasib naskah kita ini?

4          : Buang! Sekarang naskah itu adalah musuh kita!

3          : Ucapanmu tentang; naskah adalah musuh, menerbitkan ide di kepalaku! Aku punya  ide! Adegan pertama sebagai gimmick adalah membakar naskah!

4          : Kau mempunyai kepala yang brilian! Kau telah menemukan gimmick di awal adegan! Ya! Gimmick pada adegan pertama ini adalah membakar naskah! Itu bagus, itu menjelaskan, naskah adalah musuh kita! Mulailah! Bakar! Ini gimmick adegan yang kita temukan! Membakar naskah!

3          : Aku yang menemukannya! Maka aku yang akan melakukan gimmick! Membakar naskah!

2          : Bakarlah. Bakar! Bakar! Bakar!

3 MEMBAKAR NASKAH. API MENYALA MEMBAKAR LEMBAR-LEMBAR NASKAH, ABUNYA BERSERAKAN DILANTAI. 2 MENGINJAK-INJAK LEMBAR-LEMBAR NASKAH YANG BERSERAKAN ITU.

2          : Naskah adalah musuh! Aku akan menginjak-injak naskah ini sampai lumat! Sejak tadi lembar-lembar kertas ini telah menyiksaku! Membuat kita menunggu hanya karena kalimat-kalimat dalam naskah ini! Dan sekarang kau telah menjadi abu! Kita bebas! Kita bebas! Kita merdeka! Merdeka!

1, 3 DAN 4 TERDIAM.

2          : Kita bebas! ... Kita bebas?

1          : Belum. Ini baru gimmick untuk awal adegan, kita sama sekali belum sampai pada akhir. 

3          : Kau benar! Kita masih harus melanjutkan, kita belum sampai pada jawaban, kita masih terperangkap pertanyaan.

2          : Kita terperangkap?

3          : Pertunjukan adalah perangkap! Itu kata Hamlet! Ini perangkap yang kita ciptakan! Dengan perangkap dan keterjebakan ini kita akan berusaha mencapai jawaban! Kita telah menebar jaring perangkap kita sendiri. Kawan, penonton akan segera datang, kita harus cepat sekarang! Kita berlomba dengan waktu!

2          : Perangkap anjing!

3          : Hai jangan berkata seperti itu! Kau pernah membaca naskah Pelajaran dari Ionesco! Dalam naskah itu seorang pembantu berbicara kepada profesor: “ Berbahasalah dengan baik, jika tidak maka bahasa akan mengarahkanmu pada binatang buas!“

2          : Aku kesal! Dimana jawaban bagi drama ini?!

4.       : Jawabannya ada pada ending drama ini. Dalam resolusi. Dalam drama harus ada resolusi dan juga konklusi! Jika tidak maka tidak akan ada akhir.

1          : Resolusi dan konklusi telah kita artikan sebagai kematian.

4          : Itu bisa menjadi adegan penyelesaian dan kesimpulan. Kita harus segera melanjutkannya. Aku telah menggenggam kata-kata pertama; Pisau Panjang Kematian!

4 MENGACUNGKAN PEDANGNYA, 1 MEMANDANG 4 YANG MENGACUNGKAN PEDANGNYA. TIBA-TIBA 1 MENGELUARKAN PEDANGNYA.

1          : Caramu memegang pedang tidak benar. Tanganmu harus lebih lurus! Nampaknya aku yang lebih cocok menjadi tokoh pembunuh itu!

4          : Diam! Kalimat-kalimatku belum selesai! Turunkan pedangmu itu! Ingat, aku tadi yang terpilih sebagai tokoh antagonis.

1          : Apa definisimu tentang antagonis? Antagonis tidak selalu harus menjadi pembunuh.

4 MENGHANTAMKAN PEDANGNYA PADA PEDANG 1, PEDANG 1 JATUH KELANTAI DI TENGAH-TENGAH ANTARA DIRINYA DAN 3. 3 MEMANDANG PEDANG YANG JATUH ITU DAN BERJALAN MENDEKATI, TANGANNYA TERULUR KE ARAH PEDANG, MATA DAN GERAKAN TUBUHNYA TERLIHAT BERNAFSU. 1 JUGA MEMANDANG PEDANGNYA YANG JATUH, DIA JUGA MENDEKAT, KEMBALI AKAN MEMUNGUT PEDANGNYA YANG JATUH. 1 DAN 3 SALING MENDEKATI PEDANG YANG TERGELETAK ITU.

3          : Pisaukah itu yang kulihat didepanku, dengan gagangnya ke arah tanganku? Mari kugenggam kau!

3 MELOMPAT, KETIKA TANGANNYA HAMPIR MENDAPATKAN GAGANG PEDANG, 1 TELAH TERLEBIH DAHULU MEMEGANGNYA DAN SEGERA MENJAUHI 3 YANG TERUS MENATAP PEDANG ITU. KINI 3 MENDEKATI 1.

3          : Kau tak tergenggam namun terlihat selalu. Wahai bayangan laknat, tak dapatkah kau tercapai oleh rasa, walau tercapai oleh pandangan? Ataukah kau hanya pisau khayali, ciptaan bayangan, yang tertempa dalam tungku semangatku? Machbeth dari William Shakespare.

3 MEMBERI SALAM HORMAT.

2          : Hahahahaha.. nafsu menjadi pembunuh telah ada pada diri kalian masing-masing! Kejahatan telah berada pada hati kalian! Kalian semua telah menjadi tokoh antagonis!

1          : Antagonis bukan berarti tokoh jahat!

2          : Diam! Atau kau akan mati!

2 TERKEJUT DENGAN KATA-KATA YANG KELUAR DARI MULUTNYA SENDIRI!

2          : Oh?

4          : Hei! mulutmu sendiri yang menyatakan nafsu membunuh itu. Kata-katamu itu adalah hasrat seorang pembunuh. Mulutmu tanpa terduga berkata jujur pada keinginan.

2          : Oh, mulutku diamlah!

4 MENYARUNGKAN PEDANGNYA DAN MENGHAMPIRI 2.

4          : Jadi kau yang ingin berperan sebagai pembunuh?

2          : Dimana pedang itu?! Kemarikan!

4          : Pedang itu sudah ada dalam sarungnya!

TIBA-TIBA PEMAIN 1 MENGACUNGKAN PEDANGNYA

1          : Pedangku masih diluar. Kau ingin berperan menjadi pembunuh?

2          : Kemarikan!

1          : Pedang di tanganku ini akan selalu terlihat tapi tak akan pernah tergenggam.

3          : Aku salah sangka! Ternyata dia yang ingin berperan menjadi pembunuh!

2 BERLARI MENDEKATI 1 HENDAK MEREBUT PEDANG. 1 MENGHINDAR DENGAN GERAKAN SEPERTI SEORANG MATADOR SEHINGGA 2 TERJATUH SEBAGAI BANTENG.

1          : Menakjubkan, menggenggam benda yang orang inginkan, aku merasa seperti menggenggam dan memainkan deritanya. Pisau panjang, kenapa engkau tidak berkilauan dan tidak bening seperti cermin, hingga aku tidak bisa berkesempatan melihat rias wajahku disana.

2          : Berikan pedang itu padaku!

1 MENGHUNUS PEDANG KE WAJAH 2 YANG KINI MENJADI KETAKUTAN.

1          : Kau sangat menginginkannya. Rupanya kau ingin menjadi pembunuh sebenarnya. Tenang kawan. Oh, matamu berkilatan, tidak seperti mata pisau panjang yang berkarat ini.

1 MENATAP DAN MENGELUS PEDANG ITU.

1          : Pedang yang kita pakai dalam drama ini seharusnya adalah pedang imitasi dan bukan pedang asli!

4          : Kau mau imitasi? Mengapa kita harus membohongi penonton dengan pedang yang palsu!

2 BERLUTUT.

2          : Aku mohon, berikan pedang itu!

1          : Ambillah ini. Ambil.

PEMAIN 2 MENDEKAT. PEMAIN 1 MASIH MENGGENGGAM PEDANG.

4          : Jangan berikan!

1          : Memang! Aku tidak akan pernah memberikannya!

2          : Kenapa? Kau berburuk sangka pada hatiku. Kau mau aku jadi pembunuh yang sebenarnya? Kau sejak tadi berhasrat menjadi pembunuh! Kalian berdua berhasrat menjadi  pembunuh! Kawan, tolong aku!

2 BERLARI DAN MEMELUK 3 YANG TIDAK MENGGENGGAM PEDANG. 1 DAN 4 BERJALAN MENDEKATI 2 DAN MENGARAHKAN PEDANG PADA 2 YANG KETAKUTAN.

3          : Ssstt.. Hai.. Diamlah. (KEPADA 1 DAN 4) Lihat! Pedang telah menjelma menjadi bayangan ketakutan baginya.

2          : Aku mau pedang itu!

3          : Bayangan ketakutan itu semakin menjelma nyata... Aku ingin terus melukiskan keadaan jiwanya dengan kata-kataku ini, tapi aku akan hentikan dulu kalimat-kalimat berbungaku ini untuk ketenangannya.

1          : Situasi ini telah menekannya, seperti sebuah suspence! Apakah drama ini akan kita lanjutkan? Atau kita break?

4          : Kita harus terus, waktu sangat terbatas. Kembalikan peran pembunuh itu padaku, aku rasa aku lebih pas memerankannya.

1          : Setuju, aku merasa ada yang tersumbat ketika aku memainkannya, aku akan mencari peran lain. Sekarang kita teruskan.

3          : Apa peranku?

2          : Aku sudah tidak tahan di sini, aku akan pergi sekarang!

3          : Jangan bodoh! Pertunjukan harus tetap dimainkan!

2          : Aku tak peduli. Aku mau pergi!

1          : Jangan pergi kawan! Kita akan memainkan drama ini.

2          : Aku tidak mau mati!

4          : Aku bukan pembunuh diluar panggung!

2          : Dimana kau akan jadi pembunuh?

4          : Di atas panggung. Di atas panggung akan ada yang mati, hanya di atas panggung.  Tenanglah.

3          : Ya tenanglah, karena aktor mati di atas panggung untuk kehidupannya di luar panggung. Seorang aktor bisa hidup dan mati berkali-kali di atas panggung, karena hasrat dari jiwa seorang aktor yang ingin mempunyai pengalaman hidup dan mati, ingin menggapai dan mengalami semua peristiwa, itu menurut Albert Camus. Tapi jika dihubungkan dengan kata-kata Julius Caesar dari karya William Shakespeare, berarti seorang aktor bukan pemberani. Aktor adalah pengecut. Karena dia mati berkali-kali sebelum ajalnya tiba, dan pemberani mati hanya satu kali. Pendapat William Shakespeare disatu sisi dan pendapat Albert Camus disisi lain, ternyata saling bertentangan. Dan kenapa kita harus hidup dan mati berkali-kali di atas panggung? Ini nampak seperti usaha yang konyol dan sia-sia! Ini nampak seperti sikap keras kepala seorang aktor yang tidak akan menjadi jelas arah dan tujuannya! Tetapi seorang pemain harus bersikap seperti itu, itulah sikap dan jiwa yang dinamis. William Shakespeare, dalam drama Hamlet mengatakan; ‘‘Diberkatilah mereka, yang darah dan pikirannya bercampur secara aneh sehingga mereka sanggup menguasai takdir dalam genggaman tangannya‘‘.

2          : Kau terus membuang waktu! Sementara kita belum punya jawaban sempurna! Bagaimana drama ini kita mainkan?

3          : Kita sedang mencari jawabannya.

4          : Jawabannya ada pada drama yang sedang kita mainkan!

1          : Bermainlah! Teruslah bermain!

2          : Kita belum bermain! Mari kita tentukan bagaimana drama ini kita mainkan!

4 MENGHUNUS PEDANG.

4          : Darah dan nafasku terpompa kini, deras mengalir mengikuti jalan penyelesaian drama ini.

2          : Jalan penyelesaian apa yang kamu kehendaki. Mengapa kamu hunus pedangmu? Kamu menghendaki bentuk tragedi? Aku mau keluar dari sini!

PEMAIN 4 MENDEKATI PEMAIN 2. 3 MENGAMBIL TALI DAN MENGIKAT 2 YANG KETAKUTAN.

2          : Aahh! Jangan ikat aku! Aku mau keluar dari sini. Aku mau exit!

1          : Exit? Kemana? Aku tidak setuju kalau kau exit! Kita harus selesaikan drama ini! Kau mau lari? Tidak ada lagi jalan keluar! Tidak ada lagi exit! Pintu tertutup.

3          : Pintu tertutup? Apakah benar pintu tertutup? Atau kau sedang berbicara tentang drama karya Jean Paul Sartre? Ya! Dia benar kini. Neraka adalah orang lain!

2          : Siapa yang telah menjadi neraka di sini?

1          : Mungkin aku telah menjadi neraka bagimu, tapi jika kau lari dari panggung maka kau juga adalah neraka bagiku! Nampaknya masing-masing kita telah mulai menjadi neraka bagi orang lain.

2          : Aku mau keluar! Siapa yang telah menutup pintu?!

3          : Aku!

3 LEBIH MENGENCANGKAN IKATANNYA.

2          : Aku ingin membuang semua kostum yang kupakai ini! Aku ingin menghapus rias mukaku! Aku ingin ini berakhir!

4          : Kita belum bertemu dengan akhir. Jika kita tidak menemukannya maka drama ini tidak akan pernah berakhir.

3          : Drama yang tidak pernah berakhir! Aku akan memberinya judul; Drama Keabadian.

1          : Abadi di dalam drama.

2          : Aku tidak mau abadi di dalam drama! Aku ingin ini berakhir!

1          : Tepat! Aku juga! Kau pikir aku juga tidak. Aku ingin berakhir. Aku ingin segera memainkan peran yang baru! Tapi sekarang aku belum tahu apa peranku! Dan aku belum tahu dimana akhir? Dimana akhir?

3          : Akhir pertunjukan bisa jadi adalah sebuah tragedi. Sebuah akhir yang menyedihkan. Drama yang menuju pada penderitaan.

1          : Jika ini tragedi, maka kita adalah tokoh-tokoh konyol!

2          : Aku berharap drama ini akan berakhir bahagia.

1          : Jika drama berakhir bahagia maka drama ini bukan tragedi!

2          : Jadi bagaimana cara kita memainkan drama ini?

4          : Kau selalu kembali kepada pertanyaan semula! Kau selalu kembali kepada pertanyaan semula!

1          : Jika kau terus seperti ini, maka plot dalam drama ini akan menjadi tipe plot linear circular, jalannya drama akan bergerak kembali ke awal! Pendapatku, drama ini seharusnya kita bawakan dengan tipe plot linear, drama bergerak maju dari awal menuju ke akhir! Teruskan! Sampai dimana kita tadi?

3          : Rising action? Atau ini adalah komplikasi?!

1 TERTEGUN SEJENAK

1          : Memakai struktur Aristotelian?

4          : Ya pakai itu, atau apa saja.

1          : Terlalu cepat! Jika kita telah mencapai komplikasi, drama ini nanti akan menjadi anti klimaks, kita harus  kembalikan lagi drama ini ke eksposisi!

4          : Tapi jika kita kembali ke adegan awal, kejadian yang kita lakukan tadi akan menjadi flash back.

1 TERTEGUN LAGI. BERPIKIR.

1          : Kita telah membuat akumulasi adegan! Maka secara teori, drama ini sedang menuju klimaks.

4          : Ya! Kau benar! Aku harus segera membuat adegan penutup, resolusi drama!

3          : Aku akan membuat musik pengantar bagi resolusi!

3 MEMAINKAN ALAT MUSIK, SEPERTI GAMBARAN GELOMBANG KLIMAKS. 1 DAN 4 GELISAH.

2          : Musik apa ini? Musik untuk adegan yang mana ini?

3          : Musik adegan yang paling galau! Kau perlu obat! Musik ini adalah obat bius bagimu, obat kegelisahan yang akan mengantarkanmu kepuncaknya sebagai penambah dosis tekanan dramatik, pembangkit perasaan yang akan menjadi gaung dari jiwamu yang gelisah.

PEMAIN 4 DENGAN WAJAH PEMBUNUH MENDEKATI PEMAIN 2, DIA MENGHUNUS PEDANG.

2          : Jangan! Pedang itu! Pisau! Pedang itu! Pedang, pisau itu asli bukan imitasi!

4 MENUSUKKAN PEDANGNYA PADA 2. LAMPU PERLAHAN MENJADI GELAP. TERDENGAR 2 BERTERIAK. SEMUA PEMAIN MENJADI  SILUET. MUSIK BERHENTI. KETIKA LAMPU TERANG, TERLIHAT 2 TERKAPAR. 3 MENGHAMPIRI 4 YANG MASIH MENGGENGGAM PEDANGNYA.

3          : Hai pembunuh! Hantuilah pikiran orang banyak dengan peranmu.

3 MENDEKATI 2 YANG TERKAPAR DAN DUDUK DI DEPANNYA.

3          : Percuma kau mati kawan, jika kau tidak bisa menghantui pikiran orang banyak.

3 BERPALING KE 4.

3          : Kau berhasil memerankan tokoh pembunuh. Sebuah pencapaian watak drama yang sempurna.

4 TERTEGUN. DIA MENDEKATI 2 YANG TERKAPAR.

3          : Apakah ini drama yang akan kita mainkan kawan?

4          : Darah, darah.

1          : Darah? Dia mati?

4          : Pisau itu asli bukan imitasi.

1          : Aku sudah mempertanyakan ini, mengapa kita memakai pisau asli mengapa tidak yang imitasi?! 

4          : Kita tidak akan membohongi penonton dengan pisau-pisau palsu!

1          : Kenapa harus sungguhan? Ini drama!  

2 BANGKIT DARI ’KEMATIANNYA’. 2             TERTAWA.

2          : Pisau asli tapi darah palsu! Darah, darah, darah ini palsu!

3          : Setan!

2          : Hai jangan berkata seperti itu! Kau pernah membaca naskah Pelajaran dari Ionesco! Dalam naskah itu seorang pembantu berbicara kepada profesor: “ Berbahasalah dengan baik, jika tidak maka bahasa akan mengarahkanmu pada binatang buas!.“

3          : Selesai! Drama ini sudah selesai, atau hampir selesai, satu demi satu, butir demi butir, lalu ada setumpuk kecil, tumpukan mustahil, aku tidak bisa dihukum lagi… Sudah selesai? Endgame? Kita akan tampilkan Permainan penutup?  

2          : Selesai. Aku tidak mau main lagi.

1          : Drama ini belum kita mainkan.

3          : Apakah kau sudah menemukan peranmu?

1.                   : Ini permasalahanku sejak tadi. Aku sedang memerankan siapa?

3          : (KEPADA 2) Hai kawan, peran apa yang sedang kau mainkan?

2          : Aku tidak tahu apa peranku.

3          : Permasalahn karakter belum selesai. Kita telah menjelma menjadi empat karakter yang kacau dan tidak jelas! Kita tersesat di dalam drama! Pertanyaan-pertanyaan kita mewujud menjadi labirin. Seperti labirin dalam drama Guerdon.. David Guerdon. Suara siapa yang kita lontarkan ini? Suara kita atau suara tokoh yang kita mainkan?

TERDENGAR GAUNG DARI SUARA-SUARA PEMAIN YANG SEDANG BERDIALOG.

3          : Apakah sekarang kita adalah diri kita atau tokoh yang kita mainkan? Tubuh siapa ini? Tubuh siapa yang sedang kita diami ini? Tubuh kita sendiri atau tubuh tokoh yang kita perankan?

3 MEMBUKA KOSTUM PERANNYA. MELUCUTINYA SATU PERSATU.

1          : Mengapa kau lepaskan kostum yang kau kenakan? Kita akan bermain drama!

2          : Kita akan bermain drama. Penonton akan segera datang!

3          : Kita manusia absurd. Kita berganti-ganti watak, terus menerus berganti, setiap kita bersiap memasuki panggung.

1          : Semua orang di dunia selalu berganti-ganti watak. Semua orang di seluruh dunia juga bersandiwara!

3          : Tapi kita adalah orang yang paling sering berganti-ganti watak.

1          : Kau telah memilih dirimu menjadi pemain drama, maka tugasmu adalah berganti-ganti watak! Menjadi aktor, bermain dalam drama adalah sebuah perwujudan narsisme! Pernyataan jatuh cinta kepada diri sendiri! Jika aku mengatakannya lebih dalam lagi, ini berarti bahwa kau tidak rela dirimu hanya menjalani satu jalan kehidupan saja, dan di dalam drama kamu menemukan beribu peristiwa dan beribu kesempatan untuk berganti-ganti peran. Kita dapat menjelajahi segala kemungkinan dan jalan hidup yang ditawarkan, merasakan berbagai macam peristiwa, bermain-main dengan hidup! Salah satu alasan kenapa manusia bersandiwara adalah; kesombongan. Dengan sombongnya seorang aktor menolak hanya menjalani satu takdir kehidupan saja!

MEREKA SEMUA TERDIAM SESAAT. 3 KEMUDIAN BERGERAK. DI WAJAHNYA TAMPAK TERLIHAT PERTANYAAN.

3          : Apakah drama yang sedang kita rancang ini sudah selesai atau belum?

2          : Kau ingat urutannya?

3          : Jam berapa sekarang? Sudah satu jam?

TERDENGAR SUARA PINTU DIBUKA.

2          : Penjaga pintu teater telah membuka pintu! Penonton sudah datang!

4          : Tutup layar!

DENGAN TERGESA SEKALI 3 MENGENAKAN KEMBALI KOSTUM. SUASANA TEGANG.
LAYAR TERBUKA.
KINI MEREKA TELAH MEMAKAI KEMBALI KOSTUM PERTUNJUKAN. MEREKA BERDIRI SALING MEMANDANG.

2          : Lalu... bagaimana drama ini kita mainkan?

KE 4 TOKOH INI MEMATUNG BISU. MUSIK MENGALUN. LAMPU MENYUSUT.

-SELESAI-
Bandung, November 2008
Irwan Jamal




#naskah #teater #indonesia #kebudayaan #sastra #menulis

Comments

Popular posts from this blog

Monolog Balada Sumarah Karya Tentrem Lestari

Monolog Balada Sumarah Karya Tentrem Lestari SIANG ITU MATAHARI MEMBARA DI ATAS KEPALA.   DI SEBUAH SIDING PENGADILAN TERHADAP SEORANG PEREMPUAN YANG TERTUDUH TELAH MELAKUKAN PEMBUNUHAN TERHADAP MAJIKANNYA, AKU SEPERTI DIDERA UCAPANNYA.   SEPERTI DILUCUTI HINGGA TANGGAL SELURUH ATRIBUT PAKAIAN BAHKAN KULIT-KULITKU.   PEREMPUAN ITU, BERNAMA SUMARAH, TKW ASAL INDONESIA.   DINGIN DAN BEKU WAJAHNYA.   DAN MELUNCURLAH BAIT-BAIT KATA ITU : Dewan Hakim yang terhormat, sebelumnya perkenankan saya meralat ucapan jaksa, ini bukan pembelaan.   Saya tidak merasa akan melakukan pembelaan terhadap diri saya sendiri, karena ini bukan pembenaran.   Apapun yang akan saya katakana adalah hitam putih diri saya, merah biru abu-abu saya, belang loreng, gelap cahaya diri saya.   Nama saya Sumarah.   Seorang perempuan, seorang TKW, seorang pembunuh, dan seorang pesakitan.   Benar atau salah yang saya katakana menurut apa dan s

Monolog KAUS KAKI BOLONG

Monolog KAUS KAKI BOLONG Karya Hermana HMT PANGGUNG TERASA MAGIS. SUASANA DIBANGUN OLEH BUNYI ALAT MUSIK GESEK YANG DIPADU DENGAN SUARA ORANG-ORANG BERGUMAM. DI TENGAH PANGGUNG TAMPAK SATU SOSOK TUBUH TERBARING KAKU, TERTUTUP KAIN BATIK SEPERTI MAYAT DAN DI BELAKANGNYA BERDIRI SEBUAH KURSI LIPAT. NGIGAU Ini bukan salahku ! Aku tidak tahu menahu soal itu. Sungguh ! Tidak. Tidak! Jangan pandangi aku seperti itu. Aku…aku.. ahhh ! LAKI-LAKI ITU BERDIRI. IA MENATAP KE SEGALA PENJURU, YANG MANA TIAP LIRIKANNYA CUKUP PELAN DAN MENGANDUNG MISTERI Kenapa kalian pandangi aku seperti itu ? Jangan asal, ya ! Memangnya aku ini apa ? Aku bukanlah barang antik yang suka di pajang di etalase-etalase, atau bintang film murahan koliksi para cukong, apalagi doger monyet yang sering ngamen di pasar malam ! Oh, barang kali kalian suka sama aku. Suka, ya ? Heh ! Tidak ? Ah suka. Jangan munafik deh. Tu kan…tu kan suka. MELUDAH Pu

Naskah Monolog B A H A Y A Karya Putu Wijaya

Monolog B A H A Y A Karya Putu Wijaya DUDUK DI KURSI MEMAKAI SELIMUT PUTIH, HABIS CUKUR. CAMBANGNYA MAU DI KEROK.             Ketika tukang cukur menghunus pisau untuk meratakan godek, aku tersentak. Aku baru menyadari bahwa kehidupan berbahaya. Dunia manusia sama buasnya dengan rimba raya. Mengancam. Di mana-mana menganga bahaya. Siapa yang dapat menjamin tukang cukur itu tidak hanya akan merapikan godek dan jenggot kita. Bagaimana kalau dia menorehkan pisah itu ke leherku? BERDIRI, MENGHINDARI BAHAYA. Kita tidak boleh mengambil resiko untuk potong rambut di sembarang tempat. Karena berhubungan dengan tukang potong rambut yang tak dikenal, setiap saat bisa berarti memotong leher. Bahkan dengan tukang cukur yang sudah dikenal pun selalu ada bahaya. Bagaimana kalau pisau yang terhunus di tangannya itu menimbulkan inspirasinya, memanggil kenang-kenangannya kepada perasaan marah, jengk