Skip to main content

Naskah MONOLOG KUNCI KONTAK Karya Yusef Muldiyana






















MONOLOG
KUNCI KONTAK
Karya Yusef Muldiyana

















LANGIT  KELABU YANG BERMURAM TERLUKIS BAGAIKAN MULUT SINGA YANG MENGANGA DENGAN TARING PANJANG DAN GIGI GIGI RUNCING. ARAK-ARAKAN AWAN HITAM TERGAMBAR DENGAN KARUNG-KARUNG BESAR YANG BERGELANTUNGAN DI LANGIT; BERGOTANG-GOYANG DISENTUH ANGIN. DIANTARA KARUNG-KARUNG ITU ADA SEBUAH PLASTIK BESAR BERISI AIR, BOCOR DI SUATU TEMPAT SEHINGGA AIR TERUS MENETES DI PANGGUNG YANG SEDANG MENJELMA MENJADI SEBUAH SELOKAN DI PINGGIR SEBUAH TROTOAR. DI DEPAN TROTOAR TERLIHAT JALAN ASPAL PENUH LUBANG DAN TERDAPAT PINTU-PINTU SALURAN AIR.

KARUNG-KARUNG MENARI DIIRINGI RITMIS SUARA MUSIK. SEBUAH DUS BESAR BEKAS KULKAS MUNCUL DAN BERGERAK-GERAK SENDIRI. TERDENGAR SUARA DARIYATI MENYANYI-NYANYI DI DALAMNYA.

Merah semakin merah, putih semakin putih, hitam semakin  hitam, kelabu semakin kelabu.

DARIYATI TERUS MENGULANG KALIMAT ITU DALAM NYANYIAN DAN SENANDUNG. SETELAH BOSAN BERNYANYI IA BERGERAK-GERAK SEHINGGA DUS ITU SEOLAH-OLAH MENARI.

Buah alpukat di dada ada dua. Bersembunyi dibalik baju karena takut dilihat tikus yang ada di selangkanganmu. Membengkak! (BEAT) Seram! Mencekam! (BEAT) Aku tidak mau jadi pelacur! Siapa yang tidak butuh uang. Kita semua budak uang! Uang dicari dimana-mana! Uang ditinggu dimana-mana! Datanglah uang, dating! Datanglah berbondong-bondong! Ajaklah teman-temanmu memenuhi dompetku, asalkan temanmu juga uang. Uang asli ya? Jangan uang-uangan. (BEAT) Tidak! Aku tidak mau dipenjara.

TERDENGAR SUARA LANGKAH  KAKI.

Suara langkah apa itu. Para pemerkosa itu? Jangan! Jangan perkosa saya! Saya tidak mau! Matilah wahai para pemerkosa, agar para perawan tenang menjalani kehidupan.

SUARA LANGKAH HILANG
Kenapa harus ada nafsu? Kenapa harus ada kejahatan?

TERDENGAR LAGI SUARA LANGKAH BANYAK.

Suara langkah-langkah siapakah itu. Polisi? Jangan-jangan tangkap saya! Jangan aku kau adili! Jangan kau seret aku ke penjara. Matilah wahai para polisi, agar aku tenang. Tidak dihantui penjara setiap waktu.

SUARA LANGKAH HILANG. IA MENGELUARKAN SEBELAH TANGANNYA

Umi, berhentilah jadi pelacur Umi. Takutlah pada penyakit yang selalu jadi masalah umat manusia. Penyakit serius yang mematikan. Karena ilmu kedokteran belum menemukan vaksin dan obat yang dapat mengobati penyakit itu. Kata orang, itu adalah penyakit kutukan! Amit-amit! Najis! Bacin! (BEAT) Umi sadarlah, janganlah Umi mau dianggap sampah masyarakat karena Umi suka menyewakan dan menjual tubuh Umi.

MENONGOLKAN KEPALANYA, KEMUDIAN MENATAP PENONTON

Anda jangan dulu menuduh bahwa Umi itu perempuan hitam, manusia negative. Dia menjadi pelacur selain karena kesulitan biaya campur hobi, tapi dia juga menolong para wanita dari ketakutan akan pemerkosa. Kalau pelacur tidak ada, para lelaki tak beristri atau bosan menyantap suguhan istrinya, mereka tak punya pelampiasan nafsu selain onani.  Maka dari itu frekwensi pemerkosaan akan kian bertambah. Seseorang mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya. (BEAT) Bagi sebagian penduduk kota, dunia kepelacuran itu adalah sebuah momok atau virus ganas yang harus segera dibasmi. Malah disuatu kota dibuat PERDA tentang Undang-Undang anti pelacur. Beberapa kali media massa memberitakan tentang sejumlah perempuan yang ditangkap polisi karena diduga sebagai pelacur dengan ancaman sanksi yang telah diatur dalam Perda. Hukuman kurungan paling lama tiga bulan atau denda setingi-tingginya lima belas juta rupaih (BEAT). Gerah aku di dalam kardus terus. Aku ingin minum.

DIA KELUAR DARI KARDUS MENCARI DANAU

Aku teringat dia. “Di taman hatiku, sayap-sayap kerinduan menyambut bayanganmu. Lalu kita melangkah bersama menyusuri kebun kita sambil tak henti meluruskan titian-titian jalan yang bengkok.”

DARI ATAS LANGIT TURUNLAH SEPASANG BAJU PENGANTIN YANG LANTAS BERGELANTUNGAN DI DEPAN KARUNG-KARUNG YANG SUDAH BERGELANTUNGAN LEBIH DULU. MUSIK MELANTUNKAN GENDING.  TERDENGAR SUASANA PESTA.

Aku teringat hari perkawinanku. Lima tahun yang lalu. Kebahagian hanya berlangsung satu tahun. Tepat di hari ulang tahun perkawinan yang pertama, Mas Ganu suamiku tewas dibunuh oleh temannya yang sedang mabuk, hanya karena Mas Ganu sering menagih hutang padanya, Jurman si pemabuk itu menebas leher Mas Ganu dengan sebilah samurai. (BEAT) Waktu mendengar berita itu aku kaget dan kalap sehingga bayi yang masih berusia dua bulan itu jatuh dari pangkuanku, Mastia bayi itu meninggal hari itu juga. Aku menjerit sambil memeluk Nastia lalu aku tak sadarkan diri.

DARI LANGIT MUNCUL DUA BUAH KUBURAN.

Kuburan Mas Ganu berdampingan dengan kuburan Nastia. (BEAT) Di kuburan itu, aku tak bisa menahan tangisku. Aku menangis meledak-ledak sampai petir dan kilat dating lalu turun hujan besar.

BEBERAPA PAYUNG MENGGELANTUNG DI LANGIT

 “Daryati sudahlah jangan terus menangis dan berdiam diri disini. Biarkan Ganu dan Nastia tenang. Sekarang mari kita pulang” Suara ibu mertua mengajakku pulang disusul dengan suara-suara yang lain. Tapi aku tetap menangis dan berteriak. “Tidak! Saya tidak mau pulang, saya ingin tetap di sini menemani Mas Ganu dan Nastia! Saya ingin mati sekarang juga” Daryati! Sadar! Suara Umi keras sekali. Umi menghampiriku lalu menyuruhku berdiri. Akhirnya aku berdiri dan berjalan digandeng Umi. Aku menangis di dada Umi sambil sesekali melihat kea rah makam. Sambil berjalan bersama Umi, diantara para pelayat aku sempat membayangkan saat-saat indah bersama Mas Ganu.

ADEGAN INI MENGGAMBARKAN SAAT-SAAT DARYATI PACARAN DENGAN MAS GANU. SETELAH SELESAI ADEGAN LAMUNAN, DARYATI KEMBALI MENGHAMPIRI KUBURAN DENGAN SUASANA MALAM SAMBIL MEMAKAI KERUDUNG DAN MEMBAWA AL-QURAN. LALU DARYATI MENGAJI, MEMBACAKAN SALAH SATU SURAT AL-QURAN AN NUR KARIM.

Tiga bulan setelah kematian suamiku, aku dinikahi Mas Warno adik kandung Mas Ganu.


TERDENGAR SUARA LANGKAH

Suara langkah siapa itu? Pemerkosa atau polisi?

DARIYATI MEMBUKA PINTU SALURAN AIR, KEMUDIAN IA SEMBUNYI DI BAWAH TANAH.

Suara langkah itu telah hilang. Aku tidak mau diperkosa! Aku tidak mau     dipenjara!

DARIYATI MUNCUL LAGI LEWAT PINTU SALURAN YANG LAIN. KEMUDIAN IA MENERUSKAN PEMBICARAAN.

Mas Warno itu sudah punya istri, aku dijadikannya istri ke dua. “Maaf ya? Waktu itu aku memanggil kamu Mbak Yati, tapi mulai sekarang ijinkan saya memanggil dik ajeng” Kata MAs Warno suatu malam di atas ranjang reot yang menderit-derit. “Dik ajeng jangan murung terus, kepergian Mas Ganu dan Nastia itu memang sudah kehendak Allah.”  “ Tapi saya tidak bisa melupakannya” kataku. “Saya ingin mati juga”  “Jangan dik Ajeng, jangan! jadi Dik Ajeng mau bunuh diri?”  “hem-eh”  “jangan bunuh diri dik Ajeng! Nanti tidak masuk sorga. Memangnya dik ajeng tidak takut mati?” Semua orang ingin ke surga, tapi tidak ada yang mau mati. Kalau kamu takut mati, matilah sekarang juga. Mati cuma sekali, setelah itu tak akan mati lagi. (BEAT) Sebulan kemudian kembali aku dikejutkan oleh suatu berita yang hendak menjatuhkan jantungku. Mas Warno masuk penjara karena membunuh orang yang telah membunuh kakakku. (BEAT) Mas WArno dapat vonis lima belas tahun penjara. Tapi baru juga menjalani hukuman lima belas hari, Mas WArno gantung diri di penjara. Tapi pihak kepolisian menduga bahwa dia sebenarnya dibunuh, namun masih diselidiki siapa pembunuhnya dan apa motif utamanya (BEAT) Suami istri pertama Mas Warno sering menyalahkan saya atas peristiwa ini, dia beranggapan bahwa sayalah yang menyuruh Mas Warno untuk membunuh pembunuh itu. Dia menyarankan Mas Warno untuk segera menceraikan saya sepulang dari penjara. Sumi pernah berkata seperti ini “Hidup ini mesti bijak mesti arif, jaga emosi, jangan selalu terbawa nafsu, jangan suka berpikiran hutang nyawa bayar nyawa. Kalau kamu dendam sama pembunuh suami kamu, bunuh saja sendiri. Jangan nyuruh-nyuruh orang lain! Dasar anak pelacur.” Seribu batu seolah berjatuhan dari langit menimpa kepalaku. Sakit hatiku mendengar hinaan seperti itu! Saat itu pula aku berkelahi dengan wanita keparat itu. Aku jambak rambutmu aku tending perutnya. Ibu Mertua melerai. Tapi ibu mertua berada dipihak wanita carmuk itu.. Ibu Mertua terus menyudutkan dan menyalahkanku atas kejadian itu. Akupun ingat itu.

TIBA-TIBA MUNCULLAH GEROBAK PENGANGKUT SAMPAH. DARIYATI DENGAN PAKAIAN TUKANG SAMPAH. DARIYATI BERBICARA SAMBIL MENGANGKUT SAMPAH.

Ibuku seorang pelacur. Aku lahir di tempat pelacuran. Aku iri pada mereka yang masih bisa menatap atau berbincang dengan ayahnya. Aku tak tahu seperti apa wajah ayahku. Aku tidak punya ayah. Tak pernah punya ayah. Umi, berhentilah jadi pelacur Umi. TAkutlah pada penyakit yang selalu menjadi masalah umat manusia. Penyakit serius yang mematikan, karena ilmu kedokteran belum menemukan vaksin dan obat yang dapat mengobati penyakit itu. Kata orang, itu adalah penyakit kutukan! Amit-amit! Najis! Bacin! (BEAT) Umi sadarlah, janganlah Umi mau dianggap sampah masyarakat karena Umi menyemakan dan menjual tubuh Umi. (BEAT) Setelah pergi dari rumah mertua, aku bekerja sebagai pengangkut sampah dan penyapu jalan. JAlan kotor dan berdebu aku bersihkan. Bermacam-macam kotoran, dari mulai kotoran konglomerat sampai kotoran orang melarat membanjiri kota. Harus dibersihkan. Jalanan bau. Bau segala macam. Bau pesing air kencing. Yang dibilang orang sunda sebagai bau hangseur selalu menghiasi aroma keberewekan kota. Ada bau hangser rasa jengkol, ada bau hangseur rasa swike, ada bau hangseur rasa, Ada bau hangseur rasa pete dan ada bau hangseur rasakeun ku sia anjink! (BEAT) Aku ingin sekali bekerja seperti orang-orang lain. Jadi sekretaris, jadi notaries, jadi artis, jadi selebritis dan lain-lain. Tapi aku tidak mampu.

MENGHAYAL JADI SEKRETARIS
MENGHAYAL JADI SELEBRITIS/ARTIS
MENGHAYAL JADI NOTARIS
MENGHAYAL JADI RATU BILQIS
MENGHAYAL JADI ………………………….

Tiga tahun sudah aku menjalani kehidupan sebagai janda. Memang terkadang aku selalu merindukan kunci kontak. Kunci kontak tempat membuka ketan bumbu kacang yang sudah dibelah tengahnya. Ketanku. Kacangku. Banyak laki-laki iseng yang menawarkan kunci kontaknya padaku. Namun aku tolak. Lubang kunci ini hanya membutuhkan kunci kontak yang syah. (BEAT) Suatumalam aku ditimpa suatu peristiwa belum pernah kulakukan seumur hidupku. Rombongan laki-laki datang menghampiriku. Mereka memperkosaku secara bergantian. Aku tak bisa melarikan diri, aku terkepung. Semua sisi dikelilingi laki-laki, kecuali sisi sebelah kanan. Tapi kalau aku lari ke kanan, sama saja dengan bunuh diri karena itu jurang terjal yang dibawahnya terdapat sungai dalam. Mereka membawa senjata tajam.. (BEAT) Sambil membawa sebilah pisau tajam. Dia memaksaku melucuti pakaian. Aku pasrah karena takut. Pisau terhujam di badan, aku bisa mati, tapi kunci kontak menusuk pohon kacang, aku amsih hidup. Pimpinan rombongan menyuruh anak buahnya untuk menjauh minimal lima puluh meter. (BEAT) Kunci kontak menstater mesin, aku pasrah. Orang itu lama sekali memainkan kunci kontaknya. Aku benci, ingin meludahinya, ingin membunuhnya, tapi aku takjub juga akan kekuatannya. Jauh bila dibandingkan kekuatan Mas Ganu dan Mas Warno. Ketika laki-laki itu hampir menemui puncak kenikmatannya, pisau digenggamannya jatuh ke tanah. Secara reflek aku ambil pisau itu dan aku potong kelaminnya dengan pisau itu. Buntung! Dia menjerit. “Hai bos kita menjerit saking enak!” “Perempuan hebat! Dia bos kita Bos kita menjerit seperti yang aptah kemaluannya” “ Dariati, buatlah aku menjerit seperti dia” “Tidak! Saya dulu! Saya juga ingin menjerit!” Sementara mereka berkata-kata bahkan bertengkar karena rebutan giliran, aku segera berlari, sambil menggenggam pisau penuh darah dan potongan kunci kontak masih tertancap dikemaluanku. Aku lari ke sebelah kanan dan menjatuhkan diri ke sungai, Aku terbawa arus air dan untungnya nyangkut di akar pohon penuh bebatuan. Tubuh memar-memar, kepala pusing karena kepala kebentur-bentur bebatuan. Banyak lubang-lubang di sekitar sungai itu. Ku selalu sembunyi di dalamnya. Aku tahu polisi pasti sedang mengejarku dan menyeretku ke penjara. Tapi disini aku susah mencari makan. Kecuali mencuri ubi di ladang-ladang (BEAT) Aku lapar, aku lemes. Aku bisa mati sembunyi disini terus. Mungkin lebih enak di dalam penjara, bisa makan. (BERPIKIR LAMA) Apakah aku menyerahkan diri.


DARIYATI BERFIKIR LAMA , MUNCUL BORGOL DARI ATAS. DIA MENGHAMIRI BORGOL ITU. DIA MEMBORGOL TANGANNYA SENDIRI LALU TERJADILAH SUARA-SUARA DI PENGADILAN. MUNCULLAH SEL PENJARA DI SEBELAH KIRI DARIYATI. DARI SEBELAH KANAN MUNCUL TALI GANTUNGAN. TERDENGAR SUARA-SUARA “Masa depan, masa depan, masa depan …” DARIYATI MEMUTUSKAN DIRI UNTUK MEMASUKI SEL PENJARA. TALI GANTUNGAN PERLAHAN-LAHAN HILANG. KINI DARIYATI DI DALAM PENJARA.





TAMAT



YUSEF MULDIYANA
BANDUNG 01- 07- 2007
Dipersembahkan buat Tyaz Ferdiansyah


# naskah # monolog # teater # indonesia # kebudayaan



























Comments

Popular posts from this blog

Monolog Balada Sumarah Karya Tentrem Lestari

Monolog Balada Sumarah Karya Tentrem Lestari SIANG ITU MATAHARI MEMBARA DI ATAS KEPALA.   DI SEBUAH SIDING PENGADILAN TERHADAP SEORANG PEREMPUAN YANG TERTUDUH TELAH MELAKUKAN PEMBUNUHAN TERHADAP MAJIKANNYA, AKU SEPERTI DIDERA UCAPANNYA.   SEPERTI DILUCUTI HINGGA TANGGAL SELURUH ATRIBUT PAKAIAN BAHKAN KULIT-KULITKU.   PEREMPUAN ITU, BERNAMA SUMARAH, TKW ASAL INDONESIA.   DINGIN DAN BEKU WAJAHNYA.   DAN MELUNCURLAH BAIT-BAIT KATA ITU : Dewan Hakim yang terhormat, sebelumnya perkenankan saya meralat ucapan jaksa, ini bukan pembelaan.   Saya tidak merasa akan melakukan pembelaan terhadap diri saya sendiri, karena ini bukan pembenaran.   Apapun yang akan saya katakana adalah hitam putih diri saya, merah biru abu-abu saya, belang loreng, gelap cahaya diri saya.   Nama saya Sumarah.   Seorang perempuan, seorang TKW, seorang pembunuh, dan seorang pesakitan.   Benar atau salah yang saya katakana menurut apa dan s

Monolog KAUS KAKI BOLONG

Monolog KAUS KAKI BOLONG Karya Hermana HMT PANGGUNG TERASA MAGIS. SUASANA DIBANGUN OLEH BUNYI ALAT MUSIK GESEK YANG DIPADU DENGAN SUARA ORANG-ORANG BERGUMAM. DI TENGAH PANGGUNG TAMPAK SATU SOSOK TUBUH TERBARING KAKU, TERTUTUP KAIN BATIK SEPERTI MAYAT DAN DI BELAKANGNYA BERDIRI SEBUAH KURSI LIPAT. NGIGAU Ini bukan salahku ! Aku tidak tahu menahu soal itu. Sungguh ! Tidak. Tidak! Jangan pandangi aku seperti itu. Aku…aku.. ahhh ! LAKI-LAKI ITU BERDIRI. IA MENATAP KE SEGALA PENJURU, YANG MANA TIAP LIRIKANNYA CUKUP PELAN DAN MENGANDUNG MISTERI Kenapa kalian pandangi aku seperti itu ? Jangan asal, ya ! Memangnya aku ini apa ? Aku bukanlah barang antik yang suka di pajang di etalase-etalase, atau bintang film murahan koliksi para cukong, apalagi doger monyet yang sering ngamen di pasar malam ! Oh, barang kali kalian suka sama aku. Suka, ya ? Heh ! Tidak ? Ah suka. Jangan munafik deh. Tu kan…tu kan suka. MELUDAH Pu

Naskah Monolog B A H A Y A Karya Putu Wijaya

Monolog B A H A Y A Karya Putu Wijaya DUDUK DI KURSI MEMAKAI SELIMUT PUTIH, HABIS CUKUR. CAMBANGNYA MAU DI KEROK.             Ketika tukang cukur menghunus pisau untuk meratakan godek, aku tersentak. Aku baru menyadari bahwa kehidupan berbahaya. Dunia manusia sama buasnya dengan rimba raya. Mengancam. Di mana-mana menganga bahaya. Siapa yang dapat menjamin tukang cukur itu tidak hanya akan merapikan godek dan jenggot kita. Bagaimana kalau dia menorehkan pisah itu ke leherku? BERDIRI, MENGHINDARI BAHAYA. Kita tidak boleh mengambil resiko untuk potong rambut di sembarang tempat. Karena berhubungan dengan tukang potong rambut yang tak dikenal, setiap saat bisa berarti memotong leher. Bahkan dengan tukang cukur yang sudah dikenal pun selalu ada bahaya. Bagaimana kalau pisau yang terhunus di tangannya itu menimbulkan inspirasinya, memanggil kenang-kenangannya kepada perasaan marah, jengk